IMAN dan taqwa adalah hal pokok dalam kehidupan seorang Muslim. Segala perbuatan bisa terhitung baik jika mengalir dari telaga iman tersebut. Sedang taqwa biasanya berfungsi mengawal hal itu menjadi kebaikan yang sempurna. Tak heran, dalam setiap nasihat khutbah, khatib selalu berpesan untuk merawat serta meninggikan kadar iman dan taqwa dalam diri setiap orang beriman. Allah berfirman:
“Wahai orang-orang yang beriman bertaqwalah kepada Allah dengan sebenar-benar taqwa kepada-Nya, dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.” (QS: Ali Imran [3] : 102)
Jelasnya, taqwa ialah manifestasi dari rangkaian amalan kebaikan yang berpangkal dari kokohnya iman yang menancap pada diri seorang beriman. Dua sisi mata uang, iman dan taqwa adalah sesuatu yang tak terpisahkan. Keduanya saling menguatkan. Iman bisa bertambah seiring nilai ketaqwaan yang meningkat. Sedang taqwa itu lahir dari adanya iman pada diri orang tersebut.
Sebagai modal utama dalam mengarungi kehidupan, persediaan bekal iman dan taqwa sedikitpun tak boleh menipis apalagi habis. Seperti itulah harga ketaqwaan bagi orang beriman. Taqwa menjadi harga mati dalam kamus orang beriman. Oleh karena itu, Allah senantiasa mengulang-ulang pesan taqwa tersebut. Meski menjadi bekal utama, ternyata taqwa tak semudah membalik tangan. Taqwa hanya bisa diraih melalui mujahadah (upaya sungguh-sungguh) dalam beribadah mendekat kepada Allah SWT.
Disebutkan, selain iman maka perkara ilmu menjadi syarat utama meraih taqwa. Sebab orang yang buta ilmu agama tak mungkin menjadi pribadi yang bertaqwa. Sebaliknya sosok orang bertaqwa niscaya punya ilmu tentang agamanya. Dengan segala dinamika persoalan yang dihadapi sekarang ini, kita perlu mentadabburi ayat berikut ini. Allah SWT berfirman:
“… Dan barang siapa yang bertaqwa kepada Allah niscaya Allah jadikan baginya jalan keluar (atas segala permasalahan.” (QS: At-Talaq [65]: 2)
Disadur dari: https://www.hidayatullah.com